Karakteristik Bahasa Jurnalistik

Sederhana
Berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.

Singkat
Berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Konsekuensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.

Padat
Berarti sarat informasi setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.

Lugas
Berarti kata selalu menekankan pada suatu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.

Jelas
Berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas disini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai kaidah subjek-predikat-objek-keterangan (SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.

Jernih
Berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah.

Menarik
Berarti mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur menjadi terjaga seketika.

Demokratis
Berarti Bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa.

Populis
Berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa.

Logis
Berarti kata, istilah, kalimat atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak betentangan dengan akal sehat.

Gramatikal
Berarti kata, istilah, kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam Bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata Bahasa baku.

Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan pemahaman dan lebih disukai oleh khalayak pembaca.

Menghindari kata tutur serta istilah asing dan teknis
Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa.
Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan pembaca dan pendengar.
Kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa, tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen, kecuali tidak efektif serta mengandung unsur pemerkosaan.

Pilihan kata (diksi) yang tepat
Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik, bias menimbulkan akibat fatal. Seperti ditegaskan seorang pakar bahasa terkemuka, pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata itu. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistic yang tinggi (Keraf, 2004:22-23).

Tunduk kepada kaidah etika
Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik. Fungsi ini bukan saja harus tercemin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial, budaya dan agama. Pers juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan verselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.

Sumber: Sumadiria, A.S Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis. Bandung: Simbiosa Rekama Media.

0 komentar :: Karakteristik Bahasa Jurnalistik

Posting Komentar