Andai Jadi Wartawan

0 komentar
Wartawan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya orang yang pekerjaannya mencari dan menyusun berita untuk dimuat dalam surat kabar, majalah, radio, dan televisi; juru warta; jurnalis. Pengertian wartawan menurut para ahli yaitu, pengumpulan, penulisan, penafsiran, pemrosesan dan penyebaran informasi umum, pendapat pemerhati, hiburan umum secara sistematik dan dapat dipercaya untuk diterbitkan pada surat kabar, majalah dan disiarkan stasiun siaran. (Roland E. Wolseley)

Pengertian wartawan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1996 Pasal 1 dan 3 juga dengan jelas disebutkan bahwa: "Kewartawanan ialah pekerjaan/ kegiatan/ usaha yang berhubungan dengan pengumpulan, pengolahan dan penyiaran dalam bentuk fakta, pendapat, ulasan, gambar-gambar dan lain-lain sebagainya untuk perusahaan, radio, televisi dan film"

Wartawan juga memiliki jenisnya, secara garis besar jenis wartawan dibedakan menjadi empat yaitu, wartawan profesionalwartawan freelancewartawan kantor berita, dan koresponden.  Wartawan professional adalah wartawan yang menjadikan kegiatan kewartawanan sebagai profesi. Tugas tersebut dilaksanakan sebagai profesi atau pekerjaan.  Wartawan free lance adalah wartawan yang tidak tergantung pada satu kabar atau berita saja. Ia melakukan tigas kewartawanan. Sedangkan karyanya disalurkan ke berbagai media. Jadi tidak terikat oleh satu penerbitan atau satu surat kabar. Koresponden adalah wartawan yang bertugas di daerah dan tidak berada pada satu kota dengan pusat penerbitan. Mereka bekerja dan menulis berita dan dikirim melalui pos, faksimile, modem, telepon, dan sarana komunikasi lainnya. Wartawan kantor berita adalah seorang wartawan dari satu kantor berita atau news pers agency. wartawan ini mencari berita untuk suatu kantor berita kemudian beritanya di salurkan atau dijual ke berbagai lembaga penerbitan yang membutuhkan.
Jika Aku menjadi seorang wartawan, Aku ingin menjadi wartawan di dunia sepakbola. Entah itu seperti di majalah Topscore, BOLA dan lain-lain. Tak semudah yang orang baca pada tiap koran yang harganya Rp 2000! Bahkan sekarang tidak hanya dalam koran, artikel-artikel mengenai sepakbola sudah tersebar luas di media online yang sangat booming sampai saat ini. Menjadi wartawan sepakbola adalah kegemaran dan hobiku. Aku senang dengan tampilan statistik yang bervariasi oleh tiap-tiap tim. Aku menyukai sepakbola Eropa, ada beberapa liga yang Aku amati di Eropa. Belum semua tim yang Aku amati, tapi Aku amat senang apabila Aku ditugaskan untuk keliling Eropa hanya untuk bertanya apa, siapa, kapan, dimana, mengapa, dan bagaimana, bahkan bertemu dengan pemain sepakbola terkenal maupun tidak terkenal seperti Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Mesut Ozil dan lain-lain secara langsung atau tatap muka.

Bila Aku dikasih kesempatan untuk meliput, Aku ingin meliput Piala Dunia yang diselenggarakan 4 tahun sekali, Piala Eropa dan Copa America. Tapi jika Aku disuruh meliput Liga Indonesia oleh Redaktur Pelaksana juga tidak apa-apa. Mungkin peliputan tersebut untuk pengalamanku sebelum meliput Piala Dunia yang lebih luas yang diikuti oleh berbagai negara.

Tokoh Model Komunikasi

0 komentar
Seperti model pesawat terbang, model komunikasi kurang lebih adalah replika – kebanyakan sebagai model diagramatik – dari dunia nyata. Oleh karena komunikasi bersifat dinamis, sebenarnya komunikasi sulit dimodelkan. Akan tetapi, seperti disarankan di muka, penggunaan model berguna untuk mengidentifikasi unsur-unsur komunikasi dan bagaimana unsur-unsur tersebut berhubungan.
Sejauh ini terdapat ratusan model komunikasi yang telah dibuat oleh para pakar. Keakhasan suatu model komunikasi juga dipengaruhi oleh latar belakang keilmuan (pembuat) model tersebut,paradigma yang digunakan, kondisi teknoligis, dan semangat zaman yang melingkunginya. Kita akan membahas sebagian kecil saja dari sekian banyak model komunikasi tersebut, khususnya di dalam model yang sangat populer.

1.       Model Stimulus Respons
Model komunikasi paling dasar. Model ini dipengaruhi oleh disiplin psikologi, khususnya yang beraliran behavioristik. Model tersebut menggambarkan hubungan stimulus – respons.
Model ini menunjukkan komunikasi sebagai proses aksi – reaksi yang sangat sederhana. Bila seorang laki-laki berkedip kepada seorang wanita, dan wanita itu kemudian tersipu malu, atau bila saya tersenyum dan kemudian Anda membalas senyuman saya, itulah pola S – R. Jadi model S – R mengansumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan-tulisan), isyarat-isyarat nonverbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merasang orang lain untuk memberikan respon dengan cara tertentu. Oleh karena itu Anda dapat menganggap proses ini sebagai pertukaran atau pemindahan informasi atau gagasan. Proses ini dapat bersifat timbal-balik dan mempunyai banyak efek. Setiap efek dapat mengubah tindakan komunikasi (Communication act) berikutnya.

2.       Model Shannon dan Weaver
Salah satu model awal komunikasi dikemukaan Claude Shannon dan Warren Weaver pada tahun 1949 dalam buku The Mathematical Theory of Communication. Model yang sering disebut model matematis atau model teori informasi itu mungkin adalah model yang pengaruhnya paling kuat atas model dan teori komunikasi lainnya. Shannon adalah seorang insinyur pada Bell Telephone dan ia berkepentingan dengan penyampaian pesan yang cermat melalui telepon. Weaver mengembangkan konsep Shannon untuk menerapkannya pada semua bentuk komunikasi.
Model Shannon dan Weaver ini menyoroti problem penyampaian pesan berdasarkan tingkat kecermatannya. Model itu melukiskan suatu sumber yang menyandi atau menciptakan pesan dan menyampaikannya melalui suatu saluran kepada seorang penerima yang menyandi – balik atau mencipta – ulang pesan tersebut. Dengan kata lain model Shannon dan Weaver mengansumsikan bahwa sumber informasi menghasilkan pesan untuk dikomunikasikan dari seperangkat pesan yang dimungkinkan. Pemancar (transmitter) mengubah pesan menjadi sinyal yang sesuai dengan saluran yang digunakan. Saluran (channel) adalah medium yang mengirimkan sinyal (tanda) dari transmitter ke penerima (receiver). Dalam percakapan sumber informasi ini adalah otak, transmitter – nya adalah mekanisme suara yang mengahislkan sinyal (kata-kata terucapkan), yang ditransisikan lewat udara (sebagai saluran). Penerima (receiver), yakni mekanisme pendengaran, melakukan operasi sebaliknya dan dilakukan transmitter dengan merekontruksi pesan dari sinyal. Sasaran (destination) adalah (otak) orang yang menjadi tujuan pesan itu.

3.      Model Schramm
Wilbur Shcramm membuat serangkai model komunikasi, dimulai dengan model komunikasi manusia yang sederhana (1954), lalu model yang lebih rumit yang memperhintungkan dua individu yang mencoba berkomunikasi, hingga ke model komunikasi yang dianggap interaksi dua individu. Model pertama mirip dengan model Shannon dan Weaver. Dalam modelnya yang kedua Schramm memperkenalkan gagasan bahwa bersamaan dalam bidang pengalaman sumber dan sasaran – lah yang sebenarnya dikomunikasikan, karena bagian sinyal itulah yang dianut sama oleh sumber dan sasaran. Model ketiga Shcramm menganggap komunikasi sebagai interaksi dengan kedua pihak yang menyandi, menafsirkan, menyandi – balik , mentransmisikan, dan menerima sinyal. Di sini kita melihat umpan balik dan lingkaran yang bereklanjutan untuk berbagai informasi.
Menurut Wilbur Shcramm, komunikasi senantiasa membutuhkan setidaknya tiga unsur: Sumber (Source), Pesan (Message), dan Sasaran (Destination). Sumber boleh jadi seorang individu (berbicara, menulis, menggambar, memberi isyarat) atau suatu organisasi komunikasi (seperti sebuah surat kabar, penerbit, stasiun televisi, atau studio film). Pesan dapat berbentuk tinta pada kertas , gelombang suara di udara, impuls dalam arus listrik, lambaian tangan, bendera di udara, atau setiap tanda yang dapat ditafsirkan. Sasarannya mungkin seorang individu yang mendengarkan, menonton, atau membaca; atau anggota suatu kelompok, seperti kelompok diskusi, khalayak pendengar ceramah, kumpulan penonton sepak bola, atau anggota khalayak media masa.
Shcramm berpendapat, meskipun dalam komunikasi lewat radio atau telepon enkode dapat berupa mikrofon atau dekoder adalah earphone, dalam komunikasi manusia, sumber dan enkoder adalah satu orang, sedangkan dekoder dan sasaran adalah seorang lainnya, dan sinyalnya adalah bahasa. Untuk menuntaskan suatu tindakan komunikasi (Communication Act) , suatu pesan harus disandi – balik.
Sumber dapat menyandi dan sasaran dapat menyandi-balik pesan, berdasarkan pengalaman yang dimilikinya masing-masing. Bila kedua lingkaran memiliki wilayah bersama yang besar, maka komunikasi mudah dilakukan. Semakin besar wilayah tersebut, semakin miriplah bidang pengalaman (field of experience) yang dimiliki kedua pihak yang berkomunikasi. Bila kedua lingkaran itu tidak bertemu kedua pihak – artinya bila tidak ada pengalaman bersama – atau komunikasi tidak mungkin berlangsung. Bila wilayah yang berimpitan itu kecil – artinya bila pengalaman sumber dan pengalama sasaran sangat jauh berbeda – maka sangat sulit untuk menyampaikan makna dari seorang pada orang lainnya.

4.     Model ABX Newcomb
Theodore Newcomb (1953) memandang komunikasi dari perspektif psikologi – sosial. Modelnya mengingatkan kita akan diagram jaringan kelompok dan dibuat oleh para psikologis sosial dan merupakan formulasi awal mengenai konsistensi kognitif. Dalam model komunikasi tersebut – yang sering juga disebut ABX atau model simetri – Newcomb menggambarkan bahwa seseorang, A, menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya, B, mengenai sesuatu, X. Model tersebut mengasumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X saling bergantung, dan ketiganya merupakan suatu sistem yang terdiri dari empat orientasi. 
1.       Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objek yang harus didekati atau dihindari dan atribut-atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif).
2.       Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama.
3.       Orientasi B terhadap X.
4.       Orientasi B terhadap A.
Dalam model Newcomb komunikasi adalah cara lazim dan efektif yang memungkinkan orang-orang yang mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka. Ini adalah suatu model tindakan komunikatif dua-orang yang disengaja (intensional). Model ini mengisyaratakan bahwa setiap sistem apapun mungkin ditandai oleh keseimbangan kekuatan dan bahwa setiap perubahan dalam bagian manapun dari sitem tersebut akan menimbulkan ketegangan terhadap keseimbangan atau simetri, karena ketidakseimbangan atau kekurangan simetri secara psikologis tidak menyenangkan dan menimbulkan tekanan internal untuk memulihkan kesimbangan.
Simetri dimungkinkan karena seseorang (A) yang siap memperhitungkan perilaku seorang lainnya (B). Simetri juga mengesahklan orientasi seseorang terhadap X. Ini merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa kita memperoleh dukungan sosial dan psikologis bagi orientasi yang kita lakunkan. Jika B yang kita hargai menilai X dengan cara yang sama seperti kita, kita cenerung lebih meyakinin orientasi kita. Maka kita pun berkomunikasi dengan orang-orang yang kita hargai mengenai objek, peristiwa, orang, dan gagasan (semuanya termasuk X) yang penting bagi kita untuk mencapai kesepakatan atau koorientasi atau, menggunakan istilah Newcomb, simetri. Asimetri merupakan bagian dari model Newcomb ketika orang “setuju atau tidak setuju.”

5.       Mobel SMCR Berlo
Model lain yang dikenal luas adalah model David K. Berlo, yang ia kemukakan pada tahun 1960. Model ini dikenal dengan model SMCR, kepanjangan dari Source (Sumber), Message (Pesan),  Channel (Saluran), dan Riceiver (Penerima). Sebagaimana dikemukakan Berlo, sumber adalah pihak yang menciptakan pesan, baik seseorang ataupun suatu kelompok. Pesan adalah terjemahan gagasan kedalam kode simbolik, seperti bahasa atau isyarat; saluran adalah medium yang membawa pesan; dan penerima adalah orang yang menjadi sasaran komunikasi.
Berlo juga menggambarkan kebutuhan penyandi (encoder) dan penyandi-balik (decoder) dalam proses komunikasi. Enkoder bertanggung jawab mengekspresikan maksud sumber dalam bentuk pesan. Dalam situasi tatap-muka, fungsi penyandian dilakukan lewat mekanisme verbal dan nonverbal. Akan tetapi, mungkin juga terdapat seorang lain yang menyandi pesan. Misalnya, Menteri Sekretaris Negara dapat berfungsi sebagai penyandi dalam konferensi pers. Senada dengan itu, penerima membuthkan penyandi-balik untuk menerjemahkan pesan yang ia terima. Dalam kebanyakan kasus, penyandi-balik adalah perangkat keterampilan indrawi penerima.
Dalam situasi tatap-muka, kelompok kecil dan komunikasi publik (pidato), saluran komunikasinya adalah udara yang menyalurkan gerlombang suara. Dalam komunikasi massa, terdapat banyak saluran: telivisi, radio, surat kabar, buku dan majalah. Model Berlo juga melukiskan beberrapa faktor pribadi yang mempengaruhi proses komunikasi, pengetahuan, sistem sosial dan lingkungan budaya sumber dan penerima
Menurut model Berlo, sumber dan penerima pesan dipengaruhi oleh faktor-faktor: ketarimpilan komunikasi, sikap, pengetahuan, sistem sosial, dan budaya. Pesan dikembangkan berdasarkan elemen, struktur, isi, perlakuan, dan kode. Salurannya berhubungan dengan panca indera: melihat, mendengar, menyentuh, membaui, dan merasai (mencicipi). Model ini lebih bersifat organisasional dari pada mendeskripsikan proses karena tidak menjelaskan umpan balik.
Salah satu kelebihan Berlo adalah bahwa model ini tidak terbatas pada komunikasi publik atau komunikasi massa, namun juga komunikasi antarpribadi dan berbagai bentuk komunikasi tertulis. Model Berlo juga bersifat heuristik (merangsang penelitian), karena merinci unsur-unsur yang penting dalam proses komunikasi. Model ini misalnya, dapat memandu Anda untuk meneliti efek keterampilan komunikasi penerima atas penerimaan pesan yang Anda kirimkan kepadanya: atau Anda sebagai pembicara mungkin mulai menyadari bahwa latar belakang sosial Anda mempengaruhi sikap penerima pesan Anda.
Model Berlo juga punya keterbatasan. Meskipun Berlo menganggap komunikasi sebagai proses, model Berlo, seperti juga model Aristoteles, menyajikan komunikasi sebagai fenomena yang statis ketimbang fenomena yang dinamis danterus berubah. Lebih jauh lagi, umpan balik yang diterima pembicara dari khalayaka jugadimasukkan dalam model grafik-nya, dan komunikasi nonverbal tidak dianggap penting dalam mempengaruhi orang lain.
Kalau kita bandingkan model Berlo ini dengan model Shannon Weaver, jelas pada pervbedaan definisi terhadap apa yang dimaksud dengan penerima (receiver) terutama bila diterapkan pada komunikasi tidak langsung, seperti komunikasi lewat telepon atau televisi. Dalam model Berlo, yang dimaksud receiver  adalah penerima pesan, yakni orang atau orang-orang (dalam komunikasi tatap-muka) atau khalak pembaca, pendengar, atau penonton (dalam komunikasi massa). Sedangkan dalam model Shannon dan Weaver, yang dimaksud dengan receiver identik dengan decoder dalam model Schramm, yakni mekanisme pendengaran dalam komunikasi langsung, atau perangkat penerimapesan, seperti pesawat telepon, pesawat radio atau pesawat televisi, yang menyalurkan pesan tersebut kepada sasaran (destination) dalam komunikasi tidak langsung.

Sumber: Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya

Karakteristik Bahasa Jurnalistik

0 komentar
Sederhana
Berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan psikografisnya.

Singkat
Berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Konsekuensinya apa pun pesan yang akan disampaikan tidak boleh bertentangan dengan filosofi, fungsi, dan karakteristik pers.

Padat
Berarti sarat informasi setiap kalimat dan paragraph yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.

Lugas
Berarti kata selalu menekankan pada suatu arti serta menghindari kemungkinan adanya penafsiran lain terhadap arti dan makna kata tersebut.

Jelas
Berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas disini mengandung tiga arti: jelas artinya, jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai kaidah subjek-predikat-objek-keterangan (SPOK), jelas sasaran atau maksudnya.

Jernih
Berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah.

Menarik
Berarti mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca, memicu selera baca, serta membuat orang yang sedang tertidur menjadi terjaga seketika.

Demokratis
Berarti Bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta, atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa sebagaimana dijumpai dalam gramatika Bahasa Sunda dan Bahasa Jawa.

Populis
Berarti setiap kata, istilah, atau kalimat apa pun yang terdapat dalam karya-karya jurnalistik harus akrab di telinga, di mata, dan di benak pikiran khalayak pembaca, pendengar atau pemirsa.

Logis
Berarti kata, istilah, kalimat atau paragraf jurnalistik harus dapat diterima dan tidak betentangan dengan akal sehat.

Gramatikal
Berarti kata, istilah, kalimat apa pun yang dipakai dan dipilih dalam Bahasa jurnalistik harus mengikuti kaidah tata Bahasa baku.

Mengutamakan kalimat aktif
Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan pemahaman dan lebih disukai oleh khalayak pembaca.

Menghindari kata tutur serta istilah asing dan teknis
Kata tutur ialah kata-kata yang digunakan dalam percakapan di warung kopi, terminal, bus kota, atau di pasar. Kata tutur ialah kata yang hanya menekankan pada pengertian, sama sekali tidak memperhatikan masalah struktur dan tata bahasa.
Pembaca atau pendengar harus tahu arti dan makna setiap kata yang dibaca dan didengarnya. Berita atau laporan yang banyak diselipi kata-kata asing, selain tidak informatif dan komunikatif, juga sangat membingungkan pembaca dan pendengar.
Kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Realitas yang homogen, menurut perspektif filsafat bahasa, tidak boleh dibawa ke dalam realitas yang heterogen, kecuali tidak efektif serta mengandung unsur pemerkosaan.

Pilihan kata (diksi) yang tepat
Pilihan kata atau diksi yang tidak tepat dalam setiap kata jurnalistik, bias menimbulkan akibat fatal. Seperti ditegaskan seorang pakar bahasa terkemuka, pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata itu. Istilah ini bukan saja digunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam pengelompokan atau susunannya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistic yang tinggi (Keraf, 2004:22-23).

Tunduk kepada kaidah etika
Salah satu fungsi utama pers adalah edukasi, mendidik. Fungsi ini bukan saja harus tercemin pada materi isi berita, laporan, gambar, dan artikel-artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Dalam etika berbahasa, pers tidak boleh menuliskan kata-kata yang tidak sopan, vulgar, sumpah serapah, hujatan dan makian yang sangat jauh dari norma sosial, budaya dan agama. Pers juga tidak boleh menggunakan kata-kata porno dan verselera rendah lainnya dengan maksud untuk membangkitkan asosiasi serta fantasi seksual khalayak pembaca.

Sumber: Sumadiria, A.S Haris. 2006. Bahasa Jurnalistik: Panduan Praktis Penulis dan Jurnalis. Bandung: Simbiosa Rekama Media.

Unsur Layak Berita

0 komentar
Berita Harus Akurat
Wartawan harus memiliki kehati-hatian yang sangat tinggi dalam melakukan pekerjaannya mengingat dampak luas yang ditimbulkan oleh berita yang dibuat. Kehati-hatian dimulai dari kecermatannya terhadapejaan nama, angka, tanggal dan usia serta disiplin diri untuk senantiasa melakukan periksa-ulang atu keterangan dan fakta yang ditemuinya.

Tentang betapa pentingnya akurasi ini dalam berita, Joseph Putlizer, tidak lama setelah ia pensiun sebagai pemimpin  redaksi New York World, mengatakan antara lain: “It is not enough to refrain from publishing fake news; it is notenough to avoid the mistakes which arise from the ignorance, the carelessness, the stupidityof one or more of the many men who handle the news. You have got to make everyone connected with the paper – your editors, your reporters, your correspondents, your rewrite men, your proofreaders- believe that accuracy is to a newspaper what virtue is to a woman.”

Sebagai wartawan buatlah catatan-catatan yang dapat dibaca tentang setiap fakta (jangan mengandalkan ingatan yang jarang akurat), terutama tentang detil-detil spesifik seperti nama, usia, tanggal, waktu, dan alamat. Jangan menganggap remeh hal-hal tersebut. Seperti juga skeptisisme, kewaspadaan yang disertai kesabaran memerlukan pemeriksaan-ganda. Skeptisisme artinya bahwa kisah yang dikliping dari koran pagi sebagai tip untuk pemberitaan sore harus dijamain oleh sumber yang dapat dipercaya. 

Seorang wartawan yang baik adalah apabila ia senantia menyangsikan kebenaran yang didengar dan dilihatnya, sehingga dalam dirinya selalu tertanam kewaspadaan untuk berhati-hati dan bersikap cermat. Tidak jarang seorang wartawan menjumpai orang (nara sumber) yang mengetahui jawaban suatu masalah, tetapi tidak mau mengatakannya secara akurat atau karena sesuatu alasan ia tidak mau mengatakannya secara cermat.

Berita Harus Lengkap, Adil dan Berimbang
Bagi seorang wartawan, untuk menyusun sebuah laporan atau tulisan yang adil dan berimbang tidaklah sesulit memelihara objektivitas, yang dimaksud dengan sikap adil dan berimbang adalah seorang wartawan harus melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi.

Unsur adil dan berimbang dalam berita mungkin sama sulitnya untuk dicapai seperti juga keakuratan dalam menyajikan fakta. Selaku wakil dari pembaca atau pendengar berita, seorang wartawan harus senantiasa berusaha untuk menempatkan setiap fakta atau kumpulan fakta-fakta menurut proporsinya yang wajar, untuk mengaitkannya secara berarti dengan unsur-unsur lain, dan untuk membangun segi pentingnya dengan berita secara keseluruhan.

Berita Harus Objektif
Selain harus memiliki ketepatan (akurasi) dan kecepatan dalam bekerja, seorang wartawan dituntut untuk bersikap objektif dalam menulis. Dengan sikap objektifnya, berita yang ia buat pun akan objektif, artinya berita yang dibuat itu selaras dengan kenyataan, tidak berat sebelah, bebas dari prasangka.

Dalam pengertian objektif ini, termasuk pula keharusan wartawan menulis dalam konteks peristiwa secara keseluruhan, tidak dipotong-potong oleh kecenderungan subjektif. Lawan objektif adalah subjektif, yaitu sikap yang diwarnai oleh prasangka pribadi. Memang ada beberapa karya jurnalistik yang lebih persuasive, artinya ada sikap subjektif di dalamnya, dan objektivitasnya agak kendur, misalnya dalam tulisan editorial atau komentar.

Berita Harus Ringkas dan Jelas

Dengan menulis ringkas, jelas dan sederhana, anda tidak perlu takut dikatakan tidak punya gaya. Ingat, pujangga besar Ernest Hemingway lewat cerpennya The Snow of Kilimanjaro yang juga telah difilmkan, dan cerpennya yang lain, The Killers memiliki alur gerak dinamik yang tumbuh dari gaya jurnalistiknya, yaitu kepandaiannya bertutur yang ringkas dan intens maupun cara bertuturnya yang saling susul itu. 

Penulisan berita yang efektif memberikan efek mengalir; ia memiliki warna alami tanpa berelok-elok atau tanpa kepandaian bertutur yang berlebihan. Ia ringkas, terarah, tepat, menggugah. Inilah kandungan-kandungan kualitas yang harus dikejar oleh setiap penulis.

Berita Harus Hangat
Penekanan pada konteks waktu dalam berita kini dianggap sebagai hal biasa. Konsumen berita tidak pernah mempertanyakan hal itu. Dunia bergerak dengan cepat, dan penghuninya tahu belaka bahwa mereka harus berlari, bukan berjalan, untuk mengikuti kecepatan geraknya. Peristiwa-peristiwa bersifat tidak kekal, dan apa yang nampak benar hari ini belum tentu benar esok hari, karena konsumen berita menginginkan informasi segar, informasi hangat, kebanyakan berita berisi laporan peristiwa-peristiwa “hari ini” (dalam harian sore), atau paling lama, “tadi malam” atau “kemarin” (dalam harian pagi).




Sumber: Kusumaningrat, Hikmat dan Purnama Kusumaningrat. 2005. Jurnalistik, Teori dan Praktik. Bandung: Rosda.